Jumat, 15 Juni 2012

rohmatullah
SEJARAH KODIFIKASI DAN PENELITIAN HADIS

16 juni 2012

A. Pembukuan hadis periode mutaqaddimin

Yang dimaksud dengan mutaqaddimi>n adalad periode yang berada anatar fase abad I hingga III hijriyah yang dimulai dari masa awal hijrahnya Rasulullah saw hingga masa tabi’in, masa ini kemudian diistilahkan oleh para ulama dengan al-Quru>n al-Mufad}d}alah (abad yang dimuliakan). Pembukuan hadis pada masa mutaqaddimi>n terjadi dimulai pada abad akhir ke II H.

Hadis pada masa Rasulullah saw. dan khulafa’ al-ra>syidi>n belum dibukukan secara resmi (tadwi>n).[1] Hal itu erat kaitannya dengan larangan penulisan selain al-Qur’an oleh Rasulullah saw. meskipun terdapat juga hadis yang membolehkan penulisannya.

Hadis yang melarang penulisan misalnya adalah:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّى وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ – قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ – مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Dari Abi> Sa’i>d al-Khudri> bahwa Rasulullah saw. bersabda “Jangan menulis dariku, barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah dia menghapusnya. Riwayatkanlah apa yang datang dariku tanpa ada dosa, dan barang siapa yang berdusta atas diriku secara sadar, maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka.[2]

Sedangkan hadis yang membolehkan penulisan hadis adalah:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، قَالَ : كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ عَنْ ذَلِكَ ، وَقَالُوا : تَكْتُبُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا ؟ فَأَمْسَكْتُ ، حَتَّى ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : اكْتُبْ ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ.

Terjemahannya: “Dari Abdullah ibn ‘Amr berkata: Saya menulis setiap sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah saw. untuk dihafal, lalu orang-orang Quraisy melarangku seraya berkata: Apakah engkau menulis semua apa yang diucapkan Rasulullah pada waktu marah dan ridha? Lalu saya diam hingga aku laporkan ke Rasulullah saw. dan berkata “Tulislah! Demi zat yang aku dalam genggamannya, tak satupun yang keluar dariku kecuali kebenaran.[3]

Ulama berusaha untuk mempertemukan dan mendamaikan kedua hadis yang kelihatannya bertentangan satu sama lain dengan beberapa cara:

Hadis Abu> Sa’i>d al-Khudri> termasuk hadis mauquf sehingga tidak layak menjadi hujjah. Sedangkan hadis Abdullah ibn ‘Amr s}ahi>h.
Larangan penulisan hadis itu terjadi pada awal Islam karena khawatir bercampur baur dengan al-Qur’an, sedangkan hadis yang membolehkan itu me-nasakh hadis sebelumnya.
Larangan penulisan hadis itu terjadi jika dilakukan dalam satu mushaf dengan al-Qur’an.
Larangan itu berlaku bagi orang yang kuat hafalannya dan dikhawatirkan beralih ke tulisan, sedangkan izin berlaku yang tidak kuat hafalannya.
Larangan penulisan hadis berlaku secara umum, sedangkan izin diberikan kepada orang yang tidak dikhawatirkan salah penulisan dan sembrono.[4]

Oleh karena itu, penulisan hadis (al-kita>bah al-Hadi>s|) telah terjadi pada masa Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Di antara penulis hadis dari kalangan sahabat adalah Abu> Uma>mah al-Ba (10 SH-81 H), Abu> Ayyu>b al-Ans}a>ri> (w. 52 H), Abu> Bakar al-S}iddi>q (50 SH-13 H) dan sahabat-sahabat lain yang jumlahnya mencapai 50-an.[5]

Kemudian pada tingkat tabi’in, muncul juga beberapa penulis hadis antara lain, Aban ibn Us|ma>n ibn ‘Affan (20-105 H), Ibrahi>m ibn Yazi>d al-Nakha>’i> (47-96 H), Abu> Salamah ibn Abd Rah}ma>n (32-104 H) dan tabi’in-tabi’in yang mencapai 100-an. Kemudian dilanjutkan oleh tabi’in muda dan beberapa pengikut tabi’in.[6]

Pada ketiga masa (abad I-III) penulisan hadis telah terjadi, namun masih dalam bentuk tulisan-tulisan individu dan belum terpisah antara satu dengan yang lainnya, mengingat anatara ketiga memiliki bentuk pembatasan periwayatan. Bentuk-bentuk pembatasan-pembatasan tersebut adalah:

Pada masa Rasulullah saw terjadi pelarangan penulisan hadis dari beliau saw, karena kekhawatiran tercampurnya al-Qur’an dengan hadis.
Pada masa Sahabat Nabi saw terjadi pembatasan riwayat disebabkan karen kekhawatiran para Khulafa>U Al-Ra>syidi>n umat Islam mengkonsentrasikan diri mencari dan menghafalkan hadis dan mengabaikan al-Qur’an .
Pada masa Ta>bi’i>n periwayatan masih sebatas periwayatan \lisan dan tulisan yang terdapat dalam individu-individu.

Kodofikasi hadis (tadwi>n al-hadi>s|) baru terjadi pada akhir masa sahabat yaitu pada saat Umar ibn Abd al-Aziz menjadi khalifah dari tahun 99 H hingga 101 H. dengan memerintahkan para gubernurnya dan para ulama untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi karena khawatir terhadap pembelajaran hadis dan punahnya para pakar hadis.[7]

Sesudah era Umar bin al-Khaththab, tidak ada khalifah yang merencanakan menghimpun hadis, kecuali khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (w. 101 H/720 M). Walaupun demikian pada era antara Umar bin al-Khaththab dan Umar bin Abd al-Aziz tidak ada kegiatan sama sekali untuk men-tadwin hadis. Informasi historis menyebutkan, tidak sedikit, baik di kalangan sahabat Nabi maupun tabiin yang telah melakukan pencatatan hadis. Akan tetapi pencatatan hadis itu masih bersifat per-individu, dalam arti belum menjadi kegiatan kolektif yang mendapat mandat dari pemerintah.

Khalifah Umar bin Abd Aziz yang terkenal berpribadi s\a>lih} dan cinta kepada ilmu pengetahuan[8], sangat berkeinginan untuk segera menghimpun hadis. Keinginan itu sudah muncul sebenarnya ketika dia masih menjabat sebagai Gubernur di Madinah (86-93 H), pada masa pemerintahan al-Walid bin Abd al-Malik (86-96 H).

Keinginan Khalifah Umar bin Abd Aziz untuk menghimpun hadis diwujudkan dalam bentuk surat perintah. Surat itu dikirim ke seluruh pejabat dan ulama di berbagai daerah pada akhir tahun 100 H. Isi surat perintah itu adalah agar seluruh hadis Nabi di masing-masing daerah agar segera dikumpulkan[9].

Salah satu surat khlifah dikirim kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr bin Muhammad ‘Amr bin Hazm (w. 117 H/735 M). Isi surat itu ialah; 1) Khalifah merasa khawatir akan punahnya pengetahuan hadis dan meninggalnya para ahli hadis, dan 2) khalifah memerintahkan agar hadis yang ada di tangan ‘Amrah binti Abd al-Rahman dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Shiddiq, keduanya murid ‘Aisyah dan berada di Madinah, segera dikumpulkan (di-tadwin). Namun sayang, sebelum Ibn Hazm berhasil menyelesaikan tugasnya, khalifah telah meninggal dunia.[10] Menurut al-Shiba’I, Ibn Hazm mengumpulkan lalu menulis hadis hanya yang berasal dari Amrah dan al-Qashim.

Ulama yang berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab sebelum khalifah meninggal ialah Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri (w. 124 H/742 M). Dia seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam. Bagian-bagian kitab al-Zuhri segera dikirim oleh khalifah ke berbagai daerah untuk bahan penghimpunan hadis selanjutnya.[11]

Walaupun khalifah Umar bin ‘Abd al-Aziz telah meninggal dunia, namun kegiatan penghimpunan hadis terus berlangsung. Sekitar pertengahan abad kedua hijriyah, telah muncul berbagai kitab himpunan hadis di berbagai kota. Ulama berbeda pendapat tentang karya siapa yang terdahulu muncul. Ada yang mengatakan bahwa yang paling awal muncul adalah karya ‘Abd al-Malik bin ‘Abd al-‘Aziz bin Juraij al-Bishri (w. 150 H), ada yang menyatakan karya Malik bin Anas (w. 179 H)[12], dan ada yang menyatakan karya ulama lainnya. Karya-karya tersebut tidak hanya menghimpun hadis Nabi saja, tetapi juga menghimpun fatwa-fatwa sahabat dan al-Tabi’in.

Karya-karya ulama berikutnya disusun berdasarkan nama sahabat Nabi periwayat hadis. Karya yang berbentuk demikian ini biasa dinamakan al-musnad, jamaknya al-masanid.Ulama yang mula-mula menyusun kitan al-musnad ialah Abu Daud (w. 204 H). Kemudian menyusul ulama lainnya, misanya Abu Bakr ‘Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi (w. 219 H) dan Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).[13]

Berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis di atas, ada yang berkualitas shahih dan ada yang berkualitas tidak shahih. Ulama berikutnya kemudian menyusun kitab hadis yang khusus menghimpun hadis-hadis Nabi yang berkualitas shahih menurut kriteria penyusunnya. Misalnya, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 261 H/870 M), dan Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi (w. 261 H/875 M). Kitab himpunan hadis shahih karya al-Bukhari adalah “al-Ja>mi’ al-Musnad al-S|ah}i>h} al-Mukhtas|ar min Umu>r Rasu>lillah SAW wa Sunnatihi wa Ayya>mihi” dan dikenal dengan al-Jami’ al-Shahih atau Shahih Bukhari. Kitab himpunan hadis shahih karya Muslim berjudul “al-musnad al-s|ah}i>h} al-mukhtas|ar min al-sunan bi al-naql al-‘adl ‘an ‘adl rasulullah saw” dan dikenal dengan sebutan jami’ al-Shahih atau Shahih Muslim.

Di samping itu muncul pula kitab-kitab hadis yang bab-babnya tersusun seperti bab-bab fiqih dan kualitas hadisnya ada yang shahih dan ada yang dha’if. Karya itu dikenal dengan nama al-sunan. Di antara ulama hadis yang telah menyusun kitab al-Sunan ialah ; Abu Daud (w. 275 H), al-Tirmidzi (w. 279 H), al-Nasa’i (w. 303 H), dan Ibn Majah (w. 273 H).[14]

Karya-karya al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i, di atas disepakati oleh mayoritas ulama sebagai kitab-kitab hadis standar dan dikenal sebagai al-kutub al-khamsah (lima kitab hadis standar). Ulama berbeda pendapat tentang kitab standar peringkat keenam. Sebagian ulama menyatakan, yang keenam itu adalah al-sunan karya Ibn Majah, sebagian ulama berpendapat kitab al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas dan sebagian ulama lagi berpendapat kitab al-Sunan karya Abu ‘Abdullah bin ‘Abdul Rahman al-Damiri (w. 225 H).[15]

Periode ini merupakan periode lahirnya kitab-kitab riwayah seperti; Mushannaf, muwaththa’, musnad, sunan, shahih sebagaimna yang telah dijelaskan.

B. Kodifikasi hadis periode mutaakhkhirin

Yang dimaksud dengan mutaakhkhiri>n adalah periode anatara Abab IV-VII Hijriyah. Periode ini di sebut dengan masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunan hadis-hadis Nabi saw. Periode ini terjadi pada masa dinasti ’Abba>siyah angkatan ke dua yaitu pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah sampai al-Mu’tas}im Billah.

Pada periode ini daulah Isla>miyyah mulai melemah dan akhirnya runtuh, tetapi tudak mempengaruhi kegiatan ulama dalam melestarikan hadis, sebab tidak sedikit ulama pada periode ini menekuni dan bersungguh-sungguh dalam memelihara dan mengembangkan hadis.

Pada periode ini ulama pada umumnya hanya berpegang pada kitab-kitab hadis terdahulu, sebab pada IV H hadis-hadis telah terhkodofikasi dalam bentuk kitab sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu. Kegiatan ulama yang paling menonjol pada periode ini dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan hadis Nabi saw yang telah terhipun adalah: mempelajarinya, menghaflakannya, memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya, dan menyusun kitab-kitab baru yang dengan tujuan memelihara, menertibkan dan menghimpun segala sanad dan matan yang saling berhubungan, serta yang telah termuat secara terpisah dalam kitab-kitab yang telah disusun oleh mutaqaddimi>n.

Para ulama hadis pada periode ini selain mengumpulkan dan mnyusun hadis dalam bentuk mus}annaf dan musnad juga menyusun kitab dengan sistem baru seperti At}ra>f, Mustakhraj, Mustadrak, dan Ja>mi’.

Kitab-kitab yang disusun dalam bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan penyusunnya sebagai berikut;

Kitab At}ra>f adalah kitab yang disusun dengan cara menyebutkan bagian-bagian matan dari hadis-hadis tertentu kemudian menjelaskan saanad dan matannya, ddianatara kitab-kitab yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah; At}ra>f al-S|ahi>haini karya Ibra>hi>m al-Dimasyqi> (w. 400 H), At}ra>f al-S|ahi>haini karya Abu Muhammad Khalaf ibnu Muhammad al-Wa>st}i> (w. 401 H), At}ra>f al-Sunani al-Arba’ah karya Ibnu Asa>ki>r (w. 571 H), At}ra>f Kutub al-Sittah karya Muhmmad Ibnu T|a>hir al-Dimasyqi> (w. 507 H), At}ra>f al-Ah}a>di>s} al-Mukhta>rah karya Ibnu Hajar al-’Asqala>ni> (w. 852 H), At}ra>f S|ah}i>h Ibnu H{ibba>n karya al-’Ira>qi> (w. 806 H), At}ra>f al-Masa>ni>d al-’Asyarah karya Syiha>b al-Di>n al-Bu>s\iri> (w. 840 H).
Kitab Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukha>ri> dan Muslim atau selin keduanya, kemudian penyusun meriwaytkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad yang berbeda. Dianatara kitab-kitab yang tersusun dalam bentuk seperti ini adalah; Mustakhraj S|ah}i>h} al-Bukha>ri> karya al-Jurja>ni>, Mustakhraj S|ah}i>h} Muslim karya Abu ’Awa>nah (w. 216 H), Mustakhraj S|ah}i>h} al-Bukha>ri> wa Muslim karya Abbu Bakar Ibnu ’Abda>n al-Sira>zi> (w. 388 H), Takhri>j ah}a>di>s} al-Ih}ya>’ karya al-’Ira>qi>, yaitu mentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ih}ya>’ ’Ulu>mu al-Di>n kraya al-Gaza>li>, Takhri>j ah}a>di>s} al-Baagawi> karya al-Manna>wi> (w. 1031 H) yaitu mentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam Tafsi>r al-Bagawi>, al-Ka>fi> al-Sya>fi> Takhri>j ah}adi>s} al-Kasysya>f karya Ibnu H}ajar al-’Aqalani>, yaitu mentakhrij hadis-hadis yang di susun oleh al-Zaila>’i> (w. 762 H).
Kitab al-Mustadrak adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan syarat-sayarat al-Bukha>ri> dan Muslim dan atau salah satu siantara keduanya, dianatara kitab-kitab hadis yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah : al-Mustadrak karya al-Ha>kim al-Naisa>bu>ri> (w. 405 H), dan al-Ilzama>t karya al-Da>ruqut}ni> (w. 385 H).
Kitab Ja>mi’ adalah kitab himpunan hadis dari kitab-kitan yang telah adalah, dianatar kitab-kitab yang tersususn dalam bentuk seperti ini adalah;

Kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis S|ah}i>h} al-Bukha>ri> dan Muslim:

1) Al-Ja>mi’ Baina al-S|ah}i>h}aini, karya Ibnu al-Fura>t (Ismail ibnu Muhammad) (w. 414 H)

2) Al-Ja>mi’ baina al-S|ah}i>h}aini, karya Muhammad ibnu Nas\r al-H{umaidi> (w. 488 H)

3) Al-Ja>mi’ baina al-S|ah}i>h}aini, karya al-Bagawi> (w. 516 H)

Kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadi dari Kutub al-Tis’ah:

1) Tadri>ju al-S|ih}h}a>h}, karya Ra>zim Mu’a>wiyah kemudian disempurnakan oleh Ibnu al-As}i>r al-Jaza>iri> pada kitab yang diberi judul ”al-Ja>mi’u al-Us\u>l min Ah}a>di>s}i al-Rasu>l.

2) Al-Ja>mi’ karya Ibnu al-Kharra>t (w. 582 H).

Kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis dari berbagai kitab hadis:

1) Mas\a>bi>h} al-Sunnah, karya al-Bagawi> kemudian di saring oleh al-Khat}i>b al-Tabri>zi> dengan judul ”Misyka>t al-Mas\a>bi>h}”

2) Ja>mi’ al-Mas>ni>d wa al-Alqa>b karya Abdurrahman bin Ali al-Jauzi> (w. 579 H), kemudian kitab ini ditertibkan oleh al-T{abari>.

3) Bah}ru al-Asa>ni>d karya al-Hasan Ibnu Ahmad al-Samarqandi> (w. 491 H).

Kitab yang disusun berdasarkan pokok masalah, dianatara kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis berdasarkan masalah-masalah tertentu dari kitab-kitab hadis terdahulu adalah :

Himpunan Hadis-hadis hukum

1) Muntaqa> al-Akhba>r fi> al-Ah}ka>m, karya Majdu al-Di>n Abdussala>m Ibnu Abdillah (w. 625 H)

2) Al-Sunan al-Kubra>, karya al-Baihqi> (w. 458 H)

3) Al-Ah}ka>m al-S|ugra>, karya Ibnu al-Kharra>t (w. 582 H)

4) ’Umdatu al-Ahka>m, karya Abdulgani> al-Maqdisi> (w. 582)

5) Bulu>g al-Mara>m min Adillat al-Ah}ka>m karya Ibnu H{ajar al-’Asqala>ni>.

Himpunan hadis-hadis al-Targi>b wa al-Tarhi>b (hadis-hadis tentang menggemarkan untuk beramal dan menjauhkan diri perbuatan dosa yang dibenci) salah satu diantara kitab tersebut adalah kitab al-Targi>b wa al-Tarhi>b karya al-Munz\iri> (w. 656 H)

Pada abad VII selain karya-karya ulama dalam bidang hadis yang disusun dalam bentuk mustakhraja>t dan at}ra>f, juga para ulama abad VII dan seterusnya menyusun karya dalam bentuk syuru>h}, mukhtas\ara>t, al-zawa>id, dan ma’ajim. Adapun karya-karya para ulama pada abad VII dan seterusnya dapat diklasifikasiakan sebagai berikut:

Kitab al-Syuru>h mrupakan kitab hadis yang memuat uraian dan penjelasan terhadap atas kandungan hadis yang terdapat dalam kitab-kitab karya ulama Mutaqaddimi>n dengan memberikan beberapa hubungan dengan atau relasi baik dari Al-Qur’an , hadis, maupun kaodah-kaidah syara’ lainnya. Adapun karya-karaya yang disusun dalam bentuk syuru>h} dapat diklasifikasikan berdasarkan kitab-kitab himpunan sebagai berikut:

Kitab Syarah} untuk S|ah}i>h} al-Bukha>ri>

1) Fath} al-Ba>ri> oleh Ibnu Hajar al-’Asqala>ni>

2) Irasya>d al-Sa>ri> oleh al-Qast}la>ni> (w. 923 H)

3) ’Umadat al-Qa>ri’ oleh al-’Aini> (w. 855 H)

Kitab Syarah untuk S|ah}i>h} Muslim

1) Al-Minha>j oleh al-Nawawi>

2) Ikma>l al-Ikma>l oleh al-Zawa>wi> (w. 743 H)

Kitab Syarah untuk al-S|ahi}h}ain: Za>d al-Muslim oleh al-Syinqit}i>
Kitab Syarah untuk Sunan Abu> Da>u>d

1) ’Aun al-Ma’bu>d oleh Syams al-Haq al-’Az}i>m al-Adi> bersama dengan syarah Ibnu al-Qayyim al-Jawziyyah.

2) Ma’a>lim al-Sunan oleh al-Khat}t}a>bi> (w. 388 H)

Kitab syarah untuk Sunan al-Tirmiz\i>

1) Tuh}fat al-Ah}waz\i> oleh al-Muba>rakfu>ri> (w. 1353 H)

2) ’A oleh Ibnu al-’Arabi> (w. 543 H)

Kitab Syarah untuk Sunan al-Nasa>’i>

1) Ta’li>q oleh al-Suyu>t}i>

2) Ta’li>q oleh al-Sindi>

Kitab syarah untuk Sunan Ibnu Ma>jah

1) Ihda>u al-Di>ba>jah oleh Ahmad al-’Adawi>

2) Syarah Suanan Ibnu Majah oleh al-Maglat}a>yi> (w.767 H)

Kitab-Kitab Syaraj untuk Himpunan Hadis-hadis Ah}ka>m

1) Subul al-Sala>m oleh al-S|an’a>ni> terhadap Bulu>g al-Mara>m oleh Ibnu Hajar al-’Aqala>ni>

2) Nail al-Aut}a>r oleh al-Syauka>ni> terhadap muntaqa> al-Akhba>r karya Majduddin Abdussala>m.

Kitab Mukhtas\ara>t adalah kitab yang berisi ringkasan-ringkasan dari satu kitab hadis. Diantara kitab-kitab yang disusun dalam bentuk muktas\ara>t adalah: kita>b al-Ja>mi’ al-S|agi>r karya al-Suyu>t}i> dan kita>b Mukhtas\ar S|ah}i>h Muslim.
Kitab Zawa>id adalah kitab yang didalamnya terhimpun hadis-hadis yang terdapat dalam satu karya mutaqaddimi>n tertentu dan tidak terdapat dalam kitab himpunan hadis lainnya, salah satu kitab yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah Zawa>id al-Sunan al-Kubra> oleh al-Bu>s\iri>, yang mnghimpun riwayat-riwayat yang terdapat dalam Sunan al-Kubra> karya al-Baihqi> yang tidak terdapt dalam Kutub al-Tis’ah.
Kitab Ma’ajim atau disebut juga dengan kitab indeks hadis yakni kitab yang berisi perunjuk-petunjuk praktis untuk mempermudah pencarian matan-matan hadis yang terdapat dalam kitab-kitab himpunan hadis riwayah tertentu, salah satu dianttara kitab tersbut adalah Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah yang merupakan terjemahan oleh Muhammad Fuad Abdul Ba>qi> dari karya A.J. Wensink, kitab ini memuat hadis-hadis yang terdapat dalam 14 kitab himpunan hadis, dan disusun dalam bentuk tematik.

Selain dari kitab-kitab di atas pada abad VII dan seterusnya tersusun pula kitab himpunan hadis-hadis Qudsi> dianatar kitab himpunan hadis-hadis Qudsi> adalah : Al-tuh}fah al-Saniyyah oleh Al-Munnawi> dan al-Kalima>t al-T{ayyibah oleh Ibnu Taymiyyah, dan banyak lagi lainnya.

C. Penelitian hadis periode kontemporer

Setelah terkodifikasinya hadis pada periode Mutaqaddimi>n dan disempurnakan pada periode mutaakkkhiri>n para ulama hadis pada periode kontemporer kemudian melakukan kajian dan penelitian terhadap hadis- hadis Nabi saw dan mengembangkannya dengan menggunakan berbagai bentuk metode dan system, diantara metode dan system yang digunakan oleh para ulama hadis periode kontemporer dalam melakukan penelitian terhadap hadis-hadis Nabi saw adalah sebagai berikut:

Metode Takhrij yaitu melakukan penelitian terhadap karya-karya ulama mutaakhkhiri>n yang belum tersentuh oleh takhrij salah satu ulama yang mengabdikan diri dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis pada periode ini adalah Syaikh Muhammad Na>s\iruddin al-Alba>ni> (w. 1426 H) diantara karya beliau adalah Irwa>’ al-Gali>l fi> Takhri>j Ah}a>di>s} Mana>r al-Sabi>l yang mentakhrij dan menjelaskan hukum-hukum akan hadis yang terdapat dalam kitab Syarh} al-Dali>l karya Ibra>him bin Muhammad bin D{awiya>n. karya beliau adalah Silsilah al-Ah}a>dis} al-S|ah}i>h}ah, al-D}a’i>fah, al-Maud}u>’ah. Dan banyak lagi karya-karya beliau yang berhubungan dengan takrij hadis.
Metode Ikhtis\a>r al-Hadi>s, diantara karya-karya ulama hadis kontemporer dalam meringkas hadis-hadis yang telah dihimpun oleh ulama terdahulu baik dari kalangan mutaqaddimi>n maupun mutaakhkhiri>n adalah karya al-Alba>ni yaitu Mukhtas\ar S|ah}ih} al-Bukha>ri> dan Mukhtas\ar S|ah}i>h} Muslim.
Metode tematik, yaitu mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema tertentu, kemudian melakukan takhrij dan penelitian terhadap sanad dan matan untuk mengetahui kesahihan hadis tersebut, kemudian memberikan penjelasan dan uaraian terhadap hadi-hadis tersebut untuk menyelesaikan sebuah problematika baik yang bersifat antologis, epistemologis, maupun aksiologis. Penelitian dengan metode ini mulai dikenal setelah munculnya metode tematik dalam bidang tafsir al-Qur’an.
Metode digital yaitu melakukan penelitian hadis melalui program-program hadis yang telah dirancang dengan baik guna memberikan kemudiahan kepada para peneliti hadis zaman ini dianatara program-program tersebut adalah :

Program Kutub al-Tis’ah program ini adalah program yang didalamnya memuat 9 kitab hadis standar (S|ah}i>h} al-Bukha>ri>, S|ah}i>h} Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmiz\i>, Sunan al-Nasa>’i>, Sunan Ibnu Ma>jah, Muwat}t}a’ Malik, dan Musanad Ahmad, dan sauna al-Da>rimi>) dimana masing-masing kitab disertai dengan penjelasan lafaz}, kalimat, perawi, dan sisilah sanad.
Program Alfiyah al-Sunnah program ini memuat seluruh kitab-kitab hadis baik bentuk himpunan riwayah, mustakhraja>t, syarah, maupun zawa>id baik yang telah terbit maupun yang masih dalam bentuk manuskrip, selain kitab-kitab himpunan hadis program ini juga memuat kitab-kitab yang berhubungan dengan ‘Ulu>m al-H{adis}.
Program Maktabah al-Sya>milah program ini merupakan program penyempurna dari program al-Fiyah al-Sunnah dengan tambahan dari beberapa cabang ilmu lainnya seperi Tafsi, Ulu>m al-Qur’an, ‘Aqidah, Firqah-firqah dan agama-agama dan seluruh ilmu-ilmu dalam Islam yyang telah di tulis oleh para ulama baik dari kalangan mutaqaddimi>n maupun mutaakhkhiri>n, sehingga dengan demikan dapat memudah para peneliti dan pengkaji Islam utamanya dalam penelitian terhadap hadis-hadis-hadis Nabi saw.

[1]Sebenarnya Umar ibn al-Khattab pernah berkeinginan membukukan hadis lalu dia berdiskusi dengan sahabat-sahabat yang lain dan mereka setuju, akan tetapi umar ber-istikha>ra (meminta petunjuk kepada Allah) selama sebulan dan akhirnya memutuskan untuk tidak membukukan hadis dengan alasan bahwa umat terdahulu pernah melakukan pembukuan ucapan para nabi namun melupakan kitab Allah. Lihat: Abd Rahma>n ibn Abi> Bakar al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi> Syarh Taqri>b al-Nawawi> (al-Riya>d}: Maktabah al-Riya>d} al-H{adi>s|ah, t.th.), vol. 2 h. 68.

[2]Abu> al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi>, S}ah{i>h Muslim (Bairut: Da>r al-Jail, t.th.), vol. 8 h. 229.

[3]Abu> I Muhammad ibn I al-Turmuz|i>, Sunan al-Turmuz|i> (Bairut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s| al-‘Arabi>, t.th.), vol. 5 h. 176.

[4]Muhammad ‘Ajja>j al-Khati>b, Us}u>l al-Hadi>s, ‘Ulu>muh wa Mus}t}alah{uh (Bairut: Da>r al-Fikr, 1409 H./1989 M), h. 150-152.

[5]M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), h. 132-200.

[6]Ibid. h. 200-302.

[7]Abu> Muhammad Abdullah ibn Abd Rahman al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi> (Cet. I; Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1407 H), vol. 1 h. 137.

[8] Dia juga dikenal sebagai orang yang zuhud (tidak seperti kebanyakan khalifah bani umayyah yang lain), adil, dekat dengan ulama dan juga periwayat hadis, walaupun hadis yang diriwayatkannya tidak banyak. Sufyan asy-Syafri dan asy-Syafi’i menyebut khalifat Umar bin Abd al-Aziz sebagai Khulafa ar-Rasyidin yang kelima. Lihat : HM. Syuhudi Ismail, op.cit., h.113

[9] Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri> (ttp : Dar al-Fikr wa Maktabat al-Salafiyyah, 600 H.), Jld I, h. 194-195

[10] Ibid.

[11] Ibid., h. 208

[12] Karya Malik Bin Anas yang dikenal dengan nama al-Muwaththa’ tersebut sampai sekarang masih ada. Di dalamnya terdapat 1726 hadis dari Nabi, sahabat dan tabi’in. Menurut hasil penelitian dari jumlah hadis itu terdapat 600 musnad, 228 mursal, 613 mauquf dan 285 maqthu’. Dari segi sanad, hadis yang terkandung di dalamnya ada yang shahih, hasan dan dha’if. Kemudian bila dikonfirmasikan dengan hadis yang ditulis Bukhari dan Muslim, maka diketahui bahwa matan al-Muwaththa’ itu shahih. Ignas Goldziher tidak menyetujui karya Malik itu sebagai kitab hadis, dengan alasan antara lain ; 1) belum mencakup seluruh hadis yang ada, 2) lebih menekankan pada hukum dan pelaksanaan ibadah, serta kurang mengarah kepada penyelidikan dan penghimpunan hadis, dan 3) tidak hanya berisi hadis emata, tetapi juga berisi fatwa sahabat (fatwa al-tabi’in) dan konsensus masyarakat Islam di Madinah. Lihat Ignaz Goldziher, Muslim Studies Cet. I; London : Goerge Alen, tth) Vol. I, h. 195-196.

[13] HM. Ismail Syuhudi, op.cit., 115

[14] Ibid., h. 116

[15] Shubhi Shalih, ‘Ulum al-Hadis wa Mushthalahuhu, Beirut : Dar al-Ilm li al-Malayin, 1960, h. 117-119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar